HUKUM PERIKATAN

Pengertian perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi.Hukum perikatan hanya berbicara mengenai harta kekayaan bukan berbicara mengenai manusia. Hukum kontrak bagian dari hukum perikatan. Harta kekayaan adalah objek kebendaan. pihak dalam perikatan ada dua yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban.

Dasar hukum perikatan.
Berdasarakan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
1. perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. perikatan yang timbul undang – undang.
3. perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.

Asas – asas dalam hukum perjanjian.
asas – asa hukum dalam perjanjian diatur dalam buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
. Asas kebebasan berkontrak.
. Asaa konsensualisme.

Wansprestasi dan Akibat – akibatnya.
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.

Adapun bentuk Wansprestasi bisa berupa 4 kategori, yaitu:
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat – akibat Wansprestasi.
Akibat – akibat Wansprestasi berupa hukuman atau akibat – akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi, dapat digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi).
2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian.
3. Peralihan resiko.

Hapusnya perikatan.
perikatan bisa dihapus jika memenuhi kriteria – kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan adalh sebagai berikut:
1. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
3. Pembaharuan hutang.
4. Perjumpaan hutang atau kompensasi.
5. Pencanpuran hutang.
6. Pembebasan hutang.
7. Musnahnya barang yang terutang.
8. Pembatalan.
9. Berlakunya suatu syarat batal.
10.Lewat waktu.

hukum perdata dalam ekonomi

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat, Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata baratBelanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.

Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:

  • Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
  • Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
  • Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
  • Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.

 

subjek dan objek hukum

Subjek hukum ialah suatu pihak yang berdasarkan hukum telah mempunyai hak/kewajiban/kekuasaan tertentu atas sesuatu tertentu.

Pada dasarnya subjek hukum dapat dibedakan atas:

a. Orang

b. Badan hukum

seseorang dikatakan menjadi subjek hukum adalah pada saat seseorang tersebut lahir ke dunia dan hingga orang tersebut meninggal atau wafat. ketika wafat barulah seseorang tersebut berhenti menjadi subjek hukum.

Badan hukum ialah suatu badan usaha yang berdasarkan hukum yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan yang telah dipenuhinya telah diakui sebagai badan hukum, yakni badan usaha yang telah dianggap atau digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum sehingga mempunyai kedudukan yang sama dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan melaksanakan kewajibannya harus dilakukan atau diwakilkan melalui para pengurusnya.

Contoh-contoh badan hukum: PT (Perseroan Terbatas), Yayasan, PN (Perusahaan Negara), Perjan (Perusahaan Jawatan), dan sebagainya.

Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di dalamnya.

Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya.

oleh karena itu, maka benda atau barang-barang non ekonomis seperti udara, sinar matahari, hembusan angin, air hujan dan lai-lain bukan merupakan sebuah objek hukum karena dapat dengan mudah didapat tanpa perlu memerlukan pengorbanan terlebih dahulu.

 

ASPEK DAN HUKUM DALAM EKONOMI

Dikehidupan seperti sekarang ini, sesuatu tidak dapat berjalan atau berdiri sendiri, contohnya saja seperti ilmu hukum. Sekarang ini ilm hukum tidak dapat lagi berjalan sendiri, melainkan harus beriringan dengan ilmu-ilmu lain seperti sosiologi, antropologi, kedokteran, psikologi, kriminologi, ekonomi, dan lain-lain.

zaman sekarang ini tidak ada kegiatan ekonomi yang terlepas dari aspek hukum, dengan demikian sebenarnya kedua ilmu tersebut saling berkaitan atau saling menjadi satu kesatuan yang saling dibutuhkan dan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sekarang ini.

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.

Sumber-sumber Hukum Bisnis pada Aspek Hukum dalam Ekonomi
Setidaknya ada empat sumber hukum bisnis pada aspek hukum dalam ekonomi, yaitu perundang-undangan, kontrak perusahaan, yurisprudensi, dan kebiasaan. Berikut masing-masing penjelasannya.

1. 1. Perundang-undangan
Perundang-undangan dalam hal ini meliputi undang-undang peninggalan Hindia Belanda di Indonesia pada masa lampau, namun masih dianggap berlaku dan sah hingga saat ini berdasarkan atas peralihan UUD 1945, misalya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang). Selain itu juga perundang-undangan yang termaktub mengenai perusahaan di Indonesia, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang terus dilaksanakan dan dikembangkan hingga saat ini.

1. 2. Kontrak Perusahaan
Kontrak perusahaan atau yang biasa juga disebut dengan perjanjian selalu ditulis dan dianggap sebagai sumber utama hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kesepakatan. Apabila saat tertentu terjadi perselisihan antara pihak-pihak terkait, dalam hal ini saat kontrak perusahaan masih berlaku, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui perdamaian, arbitase, atau pengadilan umum sekali pun jika tidak ditemui penyelesaian yang jelas. Tentunya kontrak perusahaan ini yang akan memberikan pertimbangan tertentu sekaligus secara jelas akan mempengaruhi putusan. Karena secara jelas semua menyangkut kontak dan ketentuannya telah tercantum dalam kontrak tersebut.

1. 3. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah sumber hukum perusahaan yang dapat diikuti oleh pihak-pihak terkait. Hal ini akan mengisi kekosongan hukum, terutama jika terjadi suatu sengketa terkait pemenuhan hak dan kewajiban. Secara otomatis, yurisprudensi ini akan memberikan jaminan perlindungan atas kepentingan pihak-pihak, terutama bagi mereka yang berusaha di Indonesia.

1. 4. Kebiasaan
Kebiasaan merupakan sumber hukum khusus yang tidak tertulis secara formal. Kebiasaan sebagai sumber hukum dapat diikuti pengusaha tatkala peraturan mengenai pemenuhan hak dan kewajiban tidak tercantum dalam undang-undang dan perjanjian. Karena itulah kebiasaan yang telah berlaku dan berkembang di kalangan pengusaha dalam menjalankan perusahaan dengan lazim menjadi panutan untuk mencapai tujuan sesuai kesepakatan. Kebiasaan yang biasanya dapat menjadi acuan bagi perusahaan adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Perbuatan yang bersifat perdata.
2. Mengenai hak serta kewajiban yang seharusnya dipenuhi.
3. Tidak bertentangan dengan undang-undang atau kepatuhan yang ada.
4. Diterima oleh pihak-pihak secara sukarela karena telah dianggap sebagai hal yang logis dan patuh.
5. Menuju akibat hukum yang dikehendaki oleh pihak-pihak.

 

DBS: Asing Khawatir BI Rate Naik Tinggi

“Jika suku bunga naik sekaligus, volatilitas tinggi akan terjadi di market.”

VIVAnews – Investor asing khawatir dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang tidak kunjung menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate.  “Investor khawatir, karena tekanan inflasi tinggi, BI bisa menaikkan BI Rate sekaligus,” kata Chief Economist and Managing Director for Economy and Currency Research DBS, David Carbon, di Jakarta, Selasa 25 Januari 2011. Kekhawatiran itu tercermin dalam pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indoensia (BEI). IHSG turun hingga sembilan persen sejak awal tahun ini.

Sementara itu, pada penutupan perdagangan sesi I hari ini, IHSG menguat kembali menyentuh level 3.400. Padahal, kemarin, indeks ditutup negatif pada posisi 3.346. David memprediksi, tingkat inflasi yang tinggi tahun ini akan memaksa bank sentral menaikkan suku bunga hingga 150 basis poin (bps) menjadi delapan persen. “Jika ini naik sekaligus, volatilitas tinggi akan terjadi di market,” ujarnya.
Bank Indonesia, menurut dia, harus mewaspadai penyebab kenaikan harga pangan. “Kenaikan harga pangan bisa saja disebabkan permintaan yang tinggi, bukan semata-mata disebabkan oleh cuaca,” kata David.

Adapun tingkat inflasi Indonesia diperkirakan menembus angka tujuh persen. “Indonesia akan mencapai inflasi lebih tinggi dari rata-rata negara Asia,” ujar dia. Kendati demikian, DBS optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini akan melebihi target. Riset DBS menunjukkan tahun ini pertumbuhan ekonomi akan mencapai 6,2 persen. Konsumsi domestik kembali menjadi penopang pertumbuhan ekonomi tahun ini. “Hal ini juga berlaku di Asia dan China,” kata David.

David menuturkan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini tetap akan menarik dana asing masuk (capital inflow). “Capital inflow akan terus masuk, karena di negara asal seperti Amerika Serikat dan Eropa pertumbuhan konsumsi mereka jalan di tempat,” ujarnya.

Bank sentral, dia menambahkan, kemungkinan besar akan membuat kebijakan selain menaikkan suku bunga acuan guna mengendalikan laju inflasi. “Kebijakan selain menaikkan suku bunga juga sudah dijalankan BI dan mungkin akan ada lagi seperti yang terjadi di negara-negara Asia lainnya,” tutur David. (art)

• VIVAnews

Bank Diminta Tak Latah Naikkan Suku Bunga

SUMBER: VIVAnews

Perbankan masih memiliki spread cukup lebar dari pengenaan bunga yang berlaku selama ini.

VIVAnews – Pemerintah berharap kalangan perbankan tidak ikut-ikutan atau latah menaikkan tingkat suku bunga paska Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin. Sebab, perbankan masih memiliki spread cukup lebar dari pengenaan bunga yang berlaku selama ini. “Karena spread-nya kan masih lebar, jadi tidak perlu ikut-ikutan. Saya harapkan itu (menaikkan suku bunga kredit) tidak perlu,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa di kantornya, Jalan Wahidin, Jakarta, Jumat 4 Februari 2011.
Menurut Hatta, BI pastinya sudah memperhitungkan berbagai aspek, termasuk ekspektasi dari pasar dalam keputusannya menaikkan BI Rate. Namun, pemerintah berharap hal yang sama tidak diikuti perbankan dan malah mendorong agar tingkat suku bunga diturunkan.
Permintaan pemerintah tersebut juga seiring upaya untuk terus menjaga agar laju inflasi tidak melewati target yang ditetapkan. “Harus kita lihat, kalau inflasi tinggi biasanya harus dijaga juga keseimbangan,” kata Hatta. Selain itu, pemerintah berharap dengan terjaganya spread suku bunga bank yang idealnya tidak sampai pada level 4-5 persen akan turut membangun kepercayaan pasar tetap tinggi.

• VIVAnews

DPR: BI Rate 6,75%, Kebijakan Tepat

SUMBER:VIVAnews

Secara objektif, tidak ada alasan kuat untuk menaikkan BI Rate karena inflasi sudah turun.

VIVAnews – Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kemal Azis Stamboel, menyambut baik kebijakan yang diambil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada Jumat, 4 Maret 2011 terkait penetapan suku bunga acuan atau BI Rate yang masih dipertahankan pada level 6,75 persen. “Itu pilihan kebijakan yang tepat. Memang kalau kami perhatikan secara objektif, tidak ada alasan kuat untuk menaikkan BI Rate karena inflasi sudah turun. Februari saja 0,13 persen, Maret ini mungkin bisa lebih rendah lagi,” kata Kemal dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews.com di Jakarta, Sabtu, 5 Maret 2011.  Pada bulan sebelumnya, BI telah menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) dari 6,5 persen menjadi 6,75 persen. Kenaikan tersebut, menurut BI dilakukan sebagai langkah antisipasi tingginya angka inflasi akibat dorongan harga-harga bahan pokok (volatile food). Pada saat kebijakan tersebut diambil, Kemal termasuk yang tidak setuju dengan kenaikan BI Rate yang dianggapnya kurang tepat. “Selain inflasi sudah turun, alasan kenapa BI Rate tidak perlu naik adalah rupiah terus menguat paska kenaikan BI Rate bulan lalu,” ujarnya. Dia menjelaskan, karena kebijakan kenaikan BI Rate tersebut, aliran modal asing yang masuk semakin besar dan rupiah semakin terapresiasi. Akhir Februari, nilai tukar rupiah menguat sebesar 2,5 persen menjadi Rp8.818 per dolar AS, dan kemarin sudah mencapai Rp8.793 per dolar AS. “Jika penguatan ini terus terjadi, tentunya kondisi ini akan merugikan para eksportir,” ujarrnya. Mengenai inflasi kelompok inti yang mulai meningkat 0,31 persen (month on month) atau 4,36 persen (year on year), Kemal berpendapat itu masih wajar dan tidak perlu terlalu dikhawatirkan. “Angka 0,31 persen itu masih wajar. Kenaikan BI Rate hanya bisa dilakukan jika memang inflasi inti meningkat cukup signifikan,” ujar anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut. “Justru yang perlu dikhawatirkan adalah tekanan dari imported inflation. Melonjaknya harga minyak internasional akibat krisis Timur Tengah dan tingginya harga komoditas pangan dunia,” kata dia. Belum lagi dengan adanya rencana penerapan kebijakan pembatasan atau kenaikan bahan bakar minyak (BBM). “Untuk itu, tahan dulu, jangan buru-buru menaikkan BI Rate. Menaikkan BI Rate harus menjadi opsi paling akhir untuk meredam inflasi,” ujarnya.  Seperti diketahui, RDG BI memutuskan mempertahankan BI Rate sebesar 6,75 persen. Menteri Keuangan Agus Martowardojo juga memahami BI Rate tetap di level 6,75 persen. Menurut Menkeu, kebijakan itu sejalan dengan inflasi Februari sebesar 0,13 persen. “Tetapi saya yakin BI tetap waspada,” kata Menkeu di Kementerian Keuangan, Jakarta,Jumat. Keputusan BI tersebut, menurut Agus, tidak mengubah arah kebijakan moneter BI yang cenderung ketat sebagai upaya untuk pengendalian tekanan inflasi yang masih tinggi. Namun ke depan, cuaca ekstrim dan meningkatnya harga pangan dan minyak di luar negeri tetap harus diwaspadai. Mengenai besaran inflasi inti, Agus menuturkan, Kementerian Keuangan tidak mengomentari kebijakan Bank Indonesia. Menkeu menuturkan, memang inflasi terdiri atas inflasi inti, volatile food, dan administered price. Secara umum, untuk mengendalikan inflasi ada yang di bawah supervisi otoritas moneter dan ada yang di bawah supervisi otoritas pemerintah fiskal. (art)

• VIVAnews